Apakah Cek Darah Saat Puasa Membatalkan Puasa?

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – Hukum cek darah saat puasa memang seringkali menjadi pertanyaan. Banyak yang masih ragu, apakah cek darah saat puasa bisa membatalkan puasanya atau tidak. Sebelum membahas lebih jauh, perlu diketahui bahwa cek darah merupakan sebuah tidakan preventif (pencegahan) yang biasa dilakukan untuk mengidentifikasi potensi penyakit dan memeriksa kondisi kesehatan tubuh secara menyeluruh. Jumlah darah yang dikeluarkan dari pasien saat melakukan cek darah biasanya antara 5-25 ml atau sesuai jenis pemeriksaan yang diminta. Sebelum melakukan cek darah, biasanya dokter akan mewajibkan pasiennya untuk melakukan puasa sesuai waktu yang ditentukan.

Berikut hal yang harus dilakukan sebelum cek darah saat berpuasa, antara lain:

  • Hindari aktivitas berat, seperti berolahraga, membersihkan rumah, dan sebagainya. Sebab kelelahan dapat mempengaruhi hasil tes pemeriksaan.
  • Makan makanan yang bergizi, agar saat cek darah kondisi tubuh dalam keadaan prima dan tidak lemas.

Hukum Cek Darah Saat Puasa

Syekh Ali Jumah, seorang ulama dari Lembaga Fatwa Mesir pernah menjelaskan bahwa cek darah tidak membatalkan puasa. Sebab, proses cek darah dilakukan di luar tubuh manusia. Jarum yang disuntikkan saat mengambil sampel darah tidak melalui dua jalan (kemaluan dan dubur), dan lubang tubuh yang berpangkal pada organ bagian dalam (jauf) lainnya.

Makna terminologi kata jauf dalam fiqih meliputi usus, lambung, kandung kemih, dan bagian dalam kepala. Salah satu hal yang membatalkan puasa ialah suatu benda yang masuk ke dalam tubuh akan melalui jauf seperti telinga, hidung, dan mulut. Sehingga, hukum cek darah saat puasa tidak membatalkan puasa seseorang dan ia dapat melanjutkan puasanya.

Senada dengan apa yang dijelaskan oleh Syekh Ali Jumah, hal ini juga pernah dijelaskan oleh Kyai Cholil Nafis, Ketua Bidang Dakwah MUI, bahwa hal yang membatalkan puasa yaitu memasukkan sesuatu ke pencernaan atau lubang lurusan ke pencernaan. Sedangkan hukum cek darah saat puasa hukumnya boleh dan tidak membatalkan puasa.

Menguatkan hal tersebut, Syekh Manshur bin Yunus al-Buhuti dalam karyanya yang berjudul Kassyaf al-Qina’ juga menjelaskan hal serupa, berikut uaraiannya:

وَ (لَا) فِطْرَ (إنْ جَرَحَ) الصَّائِمُ (نَفْسَهُ أَوْ جَرَحَهُ غَيْرُهُ بِإِذْنِهِ وَلَمْ يَصِلْ إلَى جَوْفِهِ) شَيْءٌ مِنْ آلَةِ الْجَرْحِ (وَلَوْ) كَانَ الْجَرْحُ (بَدَلَ الْحِجَامَةِ) (وَلَا) فِطْرَ (بِفَصْدٍ وَشَرْطٍ وَلَا بِإِخْرَاجِ دَمِهِ بِرُعَافٍ) ؛ لِأَنَّهُ لَا نَصَّ فِيهِ وَالْقِيَاسُ لَا يَقْتَضِيهِ 

Artinya: “Dan tidak batal puasa apabila orang yang berpuasa melukai dirinya atau dilukai orang lain atas izinnya dan tidak ada sesuatu apapun dari alat melukai yang sampai ke bagian tubuh bagian dalam, meskipun tindakan melukai sebagai ganti dari hijamah (bekam). Tidak pula membatalkan puasa disebabkan al-Fashdu (mengeluarkan darah dengan merobek otot), al-Syarthu (menyayat kulit untuk menyedot darah), dan mengeluarkan darah dengan mimisan. Sebab tidak ada nash (syariat) di dalamnya sedangkan metode qiyas tidak menuntutnya” (Syekh Manshur bin Yunus al-Bahuti, Kassyaf al-Qina’, juz 2, hal. 320).

Syekh Wahbah al-Zuhaili dalam kitabnya telah mengomparasikan berbagai pandangan Imam mazhab yang mengklasifikasi tindakan melukai tubuh selain hijamah (bekam) ke dalam hal-hal yang tidak dapat membatalkan puasa. Beliau tidak menyebutkan terdapat ikhtilaf ulama dalam persoalan ini, berbeda dengan hijamah yang disebutkan ikhtilafnya. Beliau menjelaskan:

لَا يُفْطِرُ الصَّائِمُ بِمَا يَأْتِيْ –إلى أن قال- وَإِخْرَاجِ الدَّمِ بِرُعَافٍ، وَجَرْحِ الصَّائِمِ نَفْسَهُ أَوْ جَرَحَهُ غَيْرُهُ بِإِذْنِهِ وَلَمْ يَصِلْ إِلَى جَوْفِهِ شَيْءٌ مِنْ آلَةِ الْجَرْحِ، وَلَوْ كَانَ الْجَرْحُ بَدَلَ الْحِجَامَةِ، لِأَنَّهُ لَا نَصَّ فِيْهِ، وَالْقِيَاسُ لَا يَقْتَضِيْهِ.

Artinya: “Orang yang berpuasa tidak batal dengan hal-hal sebagai berikut; dan mengeluarkan darah sebab mimisan, melukai diri atau dilukai orang lain atas seizinnya dan tidak ada sesuatu dari alatnya yang masuk pada lubang tubuh, meski sebagai ganti dari hijamah, sebab tidak ada nash di dalam hal tersebut dan qiyas tidak menuntutnya”. (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-FIqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 3, hal. 1730).

Demikian hukum cek darah saat puasa, mayoritas ulama menjelaskan bahwa hukumnya tidak membatalkan puasa. Seseorang bisa melanjutkan puasanya kembali. Wallahu A’lam.

Achmad Fachrur Rozi
Achmad Fachrur Rozihttp://www.islamindonesia.co
Silakan kirim kritik & saran Anda melalui email: [email protected]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...