Fiqih Siyasah Sebagai Pondasi Tatanan Dunia Baru, Halaqoh Nasional Fiqih Peradaban

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – Selasa 13 Desember 2022 tepatnya di Ponpes PDF & Ma’had Aly Walindo Siti Zainab Manbaul Falah telah dilangsungkan Halaqoh Nasional Fiqih Peradaban dengan tema Fiqih Siyasah Tatanan Dunia Baru.

Terkait khusus peradaban di dalam dunia politik, KH. Moh. Najib Bukhori Lc, M.Th.I memaparkan bahwa perubahan yang fundamental dalam tatanan negara itu mulai terjadi setelah runtuhnya Turki Utsmani (yaitu simbol pemersatu umat Islam).

Dulu sebuah negara yang memiliki kebangsaan berbasis agama, dengan artian bahwa penduduk utama dalam negara tersebut adalah mereka orang-orang yang beragama dengan agama yang telah di resmikan oleh negara, dan ketika ada seorang yang tinggal dinegara tersebut tidak sesuai dengan agama yang ditetapkan maka ada ketentuan yang harus di lakukan, seperti yang diterangkan dalam kitab fiqih ketika ada seorang Non-Muslim tinggal di Negara Islam maka ia harus membayar jizyah atau denda, dan mengikuti peraturan yang sudah ditentukan.

Namun jika hukum tersebut kita terapkan pada masa kini maka akan timbul banyak permasalahan, oleh karenanya ketika kita mempelajari sebuah hukum dalam konteks kitab, haruslah di sesuaikan dengan kondisi masyarakat setempat.

Oleh karena itu diperlukan sebuah konsep kejelian berpikir dalam menghadapi sebuah problem dalam berkewarganegaraan, maka jika ternyata fiqih tidak bermuara pada terciptanya keadilan untuk kehidupan masyarakat maka hal itu harus di tinggalkan.

Maka  tidak mengeharnkan jika pada saat itu muncul konsep – konsep fiqih dengan tema negara yang berbasis agama.

Akan tetapi seiring bergulirnya waktu konsep negara yang berbasis agama tersebut berubah menjadi negara yang memiliki basis kebangsaan, dimana siapapun yang tinggal didalamnya punya hak yang sama tanpa adanya diskriminasi.

Negara yang berbasis kebangsaan seperti Indonesia misalnya, jika ada Warga Negara Asing kemudian tinggal di Indonesia maka statusnya berbeda dengan warga negara asli.

Konsep kewarganegaraan dalam fiqih klasik Non-Muslim diklasifikasikan menjadi empat:

  1. Dhimmi atau warga negara kelas dua,
  2. Musta’man atau bukan warga negara tapi mendapat perlindungan dan berhak tinggal di negara Islam
  3. Mu’ahad atau sama dengan musta’man tetapi pada level antar negara), dan
  4. Harbi atau negara musuh.

Setelah munculnya Negara kebangsaan, disimpulkan perbedaan antar keduanya:

  1. Negara kebangsaan orang-orang basisnya adalah terotori yang  tidak jelas bisa mengakibatkan sebuah peperangan, namun yang menyatukan mereka adalah politik. 
  2. Negara yang berbasis agama  terotorinya jelas dan mereka bersatu karena persamaan agama.

Kemudian Beliau KH. Ali romdhoni memaparkan sebuah ibarot mengenai siyasat  : “Al-Siyasatu istihlahu an-nas ilat thariq al-munji dunyan wa ukhron”

Akan tetapi karena kita adalah umat nabi Muhammad saw, perubahan dan perjalannya kedepan itu tidak keluar dari panduan-panduan hukum syariat agama.

Oleh karena itu kekurangan panduan-panduan tersebut adalah tugas para ‘Ulama agar bisa menyongsong dan memajukan peradaban melalui agama.

Sedangkan Fiqih adalah panduan siap saji yang berdasarkan istinbat para ‘Ulama, untuk mengawal para masyarakat Islam agar tidak melewati batas juga tidak ketinggalan dengan literatur yang lainnya dan supaya memiliki kesiapan untuk menyongson lahirnya tantangan baru yang akan terjadi pada masa mendatang.

Politik secara harfiyah merupakan sebuah strategi, strategi untuk membuat tatanan baru, tatanan kemaslahatan manusia, yang mana kita tergolong dalam kategori yang mempercayai adanya wahyu dan hari akhir, maka kebaikan tatanan tersebut harus bisa dibuktikan lolos di dua dimensi yaitu di dunia dan di akhirat.

Oleh karena itu NU lahir menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan calon generasi baru melalui proses pendidikan, yang melahirkan kader-kader yang bisa mensuport peradaban yang baik.

Hal tersebut sesuai dengan bagaimana latar belakang lahirnya NU: memelihara syariat yang telah dilahirkan oleh baginda Nabi Muhammad saw, kemaslahatan umat, bangsa yang unggul, spirit global. Ini adalah unsur agar kita peduli dan memuliakan martabat- martabat yang mulia.

Setelah dua pembicara selesai memberikan pemaparan, ada sebuah pertanyaan yang disampaikan Yusuf Damanhuri dari siwalan, yaitu;

Kenapa dari dahulu NU selalu terkalahkan oleh organisasi lainya padahal warga negara Indonesia itu kebanyakan mengikuti organisasi NU, dan bagaimana cara kita untuk bergelut dalam partai politik lain, padahal dari dulu NU hanya merujuk pada partai PKB?

KH. Najib Bukhori menjawab bahwasanya NU itu bukanya tidak pernah menang tapi kemenanganya itu tidak ditampakan didalam khalayak umum Dan ‘Ulama NU memiliki arti sendiri dalam memaknai kata menang, jadi bukan berarti NU itu tidak pernah menang. Dan NU itu bukannya tidak bergelut dengan partai politik lain, hanya saja lebih dominan pada partai PKB.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...