Tradisi Mudik Idul Fitri

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – Tradisi mudik Idul Fitri merupakan budaya asli khas Indonesia yang telah mengakar sejak lama. Rasanya akan kurang lengkap jika merayakan Idul Fitri tanpa mudik ke kampung halaman. Hari Raya Idul Fitri sejatinya tidak hanya sebagai momentum atas kemenangan menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai aktivitas yang dapat mencederai pahala puasa.

Lebih dari itu, Hari Raya Idul Fitri merupakan suatu hari yang dapat dibanggakan, karena pada hari tersebut Allah menjanjikan ampunan bagi orang-orang yang melaksanakan ibadah shalat Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ ابنِ مَسْعُوْد عَنِ النَّبِي ﷺ أَنَّهُ قَالَ اِذَا صَامُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَقُوْلُ اللهُ تَعَالىَ: يَا مَلاَئِكَتِيْ كُلُّ عَامِلٍ يَطْلُبُ أَجْرَهُ وَعِبَادِيْ اللَّذِيْنَ صَامُوْا شَهْرَهُمْ وَخَرَجُوْا اِلَى عِيْدِهِمْ يَطْلُبُوْنَ أُجُوْرَهُمْ أَشْهِدُوْا أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُمْ. فَيُنَادِي مُنَادٍ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ اِرْجِعُوْا اِلَى مَنَازِلِكُمْ قَدْ بَدَلْتُ سَيِّئَاتِكُمْ حَسَنَاتٍ. فَيَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: يَا عِبَادِيْ صُمْتُمْ لِيْ وَأَفْطَرْتُمْ لِيْ فَقُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ. 

Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dari Nabi Muhammad ﷺ, bahwa Nabi bersabda: ketika umat Nabi melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan dan mereka keluar untuk melaksanakan shalat Idul Fitri, maka Allah berfirman: wahai Malaikatku, setiap yang telah bekerja akan mendapatkan upahnya. Dan hamba-hamba-Ku yang telah melaksanakan puasa Ramadhan dan keluar rumah untuk melakukan shalat Idul Fitri, serta memohon upah (dari ibadah) mereka, maka saksikanlah bahwa sesungguhnya Aku telah memaafkan mereka. Kemudian ada yang berseru, ‘wahai umat Muhammad, kembalilah ke rumah-rumah kalian, aku telah menggantikan keburukan kalian dengan kebaikan’. Maka Allah swt berfirman: wahai hamba-hamba-Ku, kalian berpuasa untuk-Ku dan berbuka untuk-Ku, maka tegaklah kalian dengan mendapatkan ampunan-Ku terhadap kalian.

Jika dilihat akar kesejarahannya, awal mula dicetuskannya hari raya Idul Fitri terjadi pada tahun ke-2 Hijriah. Pada masa tersebut, kaum Muslimin merayakan dua kemenangan sekaligus. Pertama, karena dimenangkannya perang Badar secara besar-besaran dan yang kedua bersamaan dengan telah berakhirnya menjalankan puasa di Bulan Ramadhan.

Kaum Arab Jahiliyah di masa Pra-Islam memang sangat menyukai perayaan besar dengan dua hari raya yang dirayakan dengan sangat meriah. Bahkan hal ini terekam dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa asal-usul disyariatkannya hari raya ini tidak lepas dari tradisi orang jahiliyah yang memiliki kebiasaan khusus untuk bermain dalam dua hari. Kemudian dua hari tersebut diganti oleh Rasulullah saw menjadi hari yang lebih baik, beserta perayaan yang lebih baik pula, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كَانَ لِأَهْلِ الْجَاهِلِيَّةِ يَوْمَانِ فِي كُلِّ سَنَةٍ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَلَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ قَالَ كَانَ لَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا وَقَدْ أَبْدَلَكُمْ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى

Artinya: “Dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad ﷺ datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha” (HR Abu Dawud & an-Nasa’i)

Mengenai hal tersebut, Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dalam kitabnya yang berjudul Risalah fil Aqaid menjelaskan bahwa dua hari yang setiap tahunnya digunakan untuk pesta pora oleh Kaum Jahiliyah itu disebut dengan hari Nairuz dan Marjaan. Setiap tahunnya, dua hari ini digunakan oleh Kaum Arab Jahiliyah untuk berpesta pora, yang isinya mabuk-mabukan dan menari. Dua hari tersebut dikenal dengan nama Nairuz dan Marjaan yang akarnya sebagai hari raya orang Persia kuno. Setelah kewajiban puasa Ramadhan diturunkan, Rasulullah ﷺ mengganti Nairuz dan Marjaan dengan hari Idul Fitri dan Idul Adha. Tujuannya, agar umat Islam mempunyai tradisi yang lebih baik dan sejalan dengan apa yang disyariatkan oleh Allah SWT.” (Lihat, Risalah fil Aqaid, juz 3, h. 68)

Ada pula hadis versinya Imam al-Baihaqi yang tertuang dalam kitabnya yang berjudul as-Sunanul Kubra, yang menyinggung soal tersebut secara jelas. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ : مَنْ بَنَى فِى بِلاَدِ الأَعَاجِمِ فَصَنَعَ نَوْرُوزَهُمْ وَمِهْرَجَانَهُمْ وَتَشَبَّهَ بِهِمْ حَتَّى يَمُوتَ وَهُوَ كَذَلِكَ حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: “Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah ﷺ bersabda: Barang siapa membangun negeri Kaum ‘Ajam (selain arab), kemudian meramaikan hari-hari Nairuz dan Mihrajan mereka, serta meniru mereka hingga ia mati dalam keadaan seperti itu, maka ia akan dibangkitkan bersama mereka pada hari kiamat.” (Imam al-Baihaqi, as-Sunanul Kubra, juz 9, h. 234)

Dalam konteks Indonesia, Hari Raya Idul Fitri biasa disebut dengan Lebaran. Kata Lebaran berasal dari bahasa Jawa lebar yang berarti selesai/usai. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata Lebaran diartikan sebagai hari raya umat Islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah rampung menjalankan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.

Pada hari Lebaran, umat Islam memang sudah selesai menjalankan kewajiban berpuasa dan mewujudkannya dalam bentuk perayaan kebahagiaan sebagai wujud syukur kepada Allah swt. Pada hari tersebut adalah hari berbahagia bersama dan saling menyampaikan doa seperti:

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ

Taqabbalallahu minnaa wa minkum

Artinya: “Semoga Allah menerima (amal ibadah Ramadhan) kita”.

Ada pula versi doa lainnya,

وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ

Wa ja’alanallaahu wa iyyaakum minal ‘aaidin wal faaiziin

Artinya: “Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang kembali dan orang-orang yang beruntung atau menang.”

Kebahagiaan tersebut rasanya kurang lengkap jika dirayakan sendiri. Akan jauh lebih nikmat jika bisa dirayakan dengan berkumpul bersama orang-orang yang dicintai. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia biasanya merayakan Lebaran dengan mudik ke kampung halaman.

Sebuah tradisi yang bertujuan untuk menumpahkan kerinduannya dengan pulang memeluk tanah kelahiran. Berkumpul dengan keluarga besar, mengingat kembali kenangan masa kecil sekaligus bersimpuh sungkem dalam dekapan kedua orang tua.

Bukan hanya sekedar pulang kampung, namun juga terkandung dimensi spiritual di dalamnya. Nilainya tidak dapat diukur dengan materi dunia. Meski jarak jauh memisahkannya, mengorbankan waktu, tenaga, serta biaya yang tidak sedikit, tetap saja tidak dapat menghalangi rasa rindu yang tertumpah ruah pada tanah kelahiran.

Walaupun saat ini teknologi semakin canggih, mungkin bisa saling berkabar melalui telepon, media sosial, hingga video call. Namun tetap saja, kenikmatannya akan jauh jika dibandingkan dengan kualitas pertemuan langsung dengan sanak saudara di kampung halaman. Terlebih jika mengingat kenangan bersama teman masa kecil yang selalu terbayang jelang lebaran. Memori tersebut selalu terputar setiap tahunnya.

Kerinduan kepada tanah kelahiran seperti ini juga pernah dirasakan oleh Nabi Muhammad saw seperti yang disebutkan dalam sebuah hadis riwayat Imam Tirmidzi, berikut ini:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لِمَكَّةَ : ” مَا أَطْيَبَكِ مِنْ بَلَدٍ وَأَحَبَّكِ إِلَيَّ ، وَلَوْلا أَنَّ قَوْمِي أَخْرَجُونِي مِنْكِ ، مَا سَكَنْتُ غَيْرَكِ

Artinya: “Berkata Rasulullah saw, “Alangkah indahnya dirimu (Makkah). Engkaulah yang paling ku cintai. Seandainya saja dulu penduduk Mekah tidak mengusirku, pasti aku masih tinggal di sini” (HR al-Tirmidzi).

Jadi wajar jika umat Islam yang rindu kampung halamannya, akan menumpahkannya pada momen sekali setiap tahunnya, yaitu saat Hari Raya Idul Fitri. Memanfaatkan libur panjang dengan mudik ke kampung halaman untuk bersilaturahmi dan sungkem kepada orang tua agar saling bermaaf-maafan di hari yang penuh keberkahan tersebut. Sekaligus juga dapat bertemu dengan teman masa kecil yang mungkin sudah sibuk dengan urusan masing-masing namun dapat dipertemukan kembali di momen Bahagia itu.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah

تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تَقَبَّلْ ياَ كَرِيْمُ وَجَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَاءِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَالْمَقْبُوْلِيْنَ كُلُّ عاَمٍ وَأَنْتُمْ بِخَيْرٍ

Wallahu A’lam

Achmad Fachrur Rozi
Achmad Fachrur Rozihttp://www.islamindonesia.co
Silakan kirim kritik & saran Anda melalui email: [email protected]

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...