KH Ahmad Dahlan: Arah Kiblat dan Kisah Dibalik Kembalinya ke Mekkah

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – KH Ahmad Dahlan merupakan keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, salah seorang Walisongo yang berkontribusi besar dalam penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa.

KH. Ahmad Dahlan merupakan putra keempat dari KH. Abu Bakar. Ayahnya merupakan seorang ulama dan khatib terkemuka di Masjid Besar Kesultanan Yogyakarta.

Ibunya yaitu putri dari H. Ibrahim yang dulunya berprofesi sebagai penghulu Kasultanan Yogyakarta.

Berangkat dari keluarga terhormat dan religius tersebut, Muhammad Darwisy atau nama kecil dari KH Ahmad Dahlan memiliki akses terhadap keilmuan Islam. Ia berkesempatan untuk mempelajari pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.

Sempat kembali ke Yogyakarta sekitar 15 tahun, hingga pada tahun 1903, KH. Ahmad Dahlan kembali ke Mekkah dan menetap selama dua tahun di sana. 

Ternyata ada sebuah kisah tentang alasan kembalinya KH Ahmad Dahlan ke Mekkah. Apakah itu? Silakan simak uraian berikut sampai tuntas.

Arah Kiblat dalam Shalat

Kata kiblat secara harfiyah berarti arah yang dituju. Selain itu, kiblat juga bisa diartikan sebagai tempat yang dijadikan arah. Dalam konteks ini, kiblat yang dimaksud adalah arah yang dituju ketika seseorang melakukan shalat. 

Jika ditarik dari segi historis, Nabi Muhammad SAW ketika melakukan shalat pernah menghadap ke arah dua kiblat. Yaitu ke arah Bait al-Maqdis dan ke arah Ka’bah di Makkah. 

Kiblat Baitul Maqdis berlaku sejak Nabi datang ke kota Madinah hingga dua bulan sebelum peristiwa Badar.

Jika menilik catatan Syekh Ibnu Jarir at-Thabari dalam kitab Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an hal ini berdasarkan riwayat Anas ibn Malik dan Ibn Abbas, Nabi SAW menggunakan Bait al-Maqdis sebagai kiblat shalat dalam kurun waktu antara 10 hingga 16 bulan.

Lebih lanjut, Syekh at-Thabari menjelaskan bahwa penentuan arah kiblat ke Baitul Maqdis bertujuan agar melunakkan hati orang-orang Yahudi (mayoritas penduduk Madinah kala itu) supaya bersimpati kepada Islam. 

Namun sebaliknya, setelah lebih dari satu tahun berjalan, bukan simpati yang didapatkan, melainkan justru kebencian.

Melihat kenyataan ini, Nabi SAW kemudian berdoa kepada Allah SWT agar dikembalikan ke kiblat semula, yaitu Ka’bah. Sebelum hijrah ke Madinah, kiblat shalat adalah Ka’bah. Allah SWT mengabadikan aktivitas Nabi SAW dalam upaya kembali ke kiblat semula seperti yang dijelaskan dalam al-Qur’an:

قَدْ نَرَىٰ تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِى ٱلسَّمَآءِ ۖ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَىٰهَا ۚ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا۟ وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُۥ ۗ وَإِنَّ ٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْكِتَٰبَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّهِمْ ۗ وَمَا ٱللَّهُ بِغَٰفِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

Artinya : “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”

Pemindahan kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah terjadi dua bulan sebelum peristiwa Badar. Sejak saat itu hingga sekarang, kiblat shalat umat Islam adalah Ka’bah. 

Arah Kiblat dalam Pandangan KH Ahmad Dahlan

Menghadap arah kiblat merupakan salah satu syarat sahnya shalat. KH. Ahmad Dahlan berpendapat bahwa, umat Islam yang tidak bisa melihat Ka’bah secara langsung waktu melakukan shalat, cukup menghadapkan wajahnya ke arah Ka’bah. 

Pandangan KH Ahmad Dahlan dituangkan Kyai Syuja’ dalam bukunya yang berjudul Islam Berkemajuan; Kisah Perjuangan KH Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal, istilah jihatu al-Ka’bah, digunakan oleh KH Ahmad Dahlan untuk menunjukkan bahwa umat Islam yang berada di luar Makkah dianggap sah bila shalat menghadap ke arah Ka’bah dan bukan ‘ain al-Ka’bah.

Saat ini, memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam beragama mampu membantu mempermudah penentuan arah kiblat. Ilmu falak (astronomi) dan geografi membantu terpenuhinya suatu kewajiban, maka penggunaan dua atau salah satu dari disiplin ilmu tersebut, maka menggunakan keduanya untuk mendapatkan arah kiblat yang benar adalah suatu yang niscaya. 

Hal ini sejalan dengan kaidah ushul fiqh berikut:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

Sebagaimana yang termuat dalam Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) nomor 03 Tahun 2010 pada 16 Shafar 1431 H bertepatan dengan 01 Februari 2010 M, menegaskan bahwa: 

1. Kiblat bagi orang yang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah (‘ainul Ka’bah). 

2. Kiblat bagi orang yang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Ka’bah (jihat al-Ka’bah) 

3. Letak geografis Indonesia yang berada di bagian timur Ka’bah/Makkah maka kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah barat. 

Poin 1 dan 2 dari fatwa tersebut, sejalan dengan pandangan Muhammadiyah. 

Sepulangnya dari Mekkah, dengan bantuan kompas dan peta dunia, KH. Ahmad Dahlan menunjukkan arah kiblat di Masjid Besar Kauman yang selama ini diyakini ke barat ternyata bukan menghadap ke Ka’bah di Mekah, melainkan ke Afrika.

Berdasarkan ilmu Hisab, waktu itu arah kiblat masjid besar Kauman tidak mengarah ke Ka’bah, melainkan mengarah ke Ethiopia. 

Berkat KH. Ahmad Dahlan menguasai ilmu Falak atau astronomi, semangat memurnikan ibadah ini menjadikan KH Ahmad Dahlan sebagai salah satu orang pertama di Indonesia, setelah Syekh Arsyad al-Banjari yang berupaya meluruskan arah kiblat langgar, mushola dan masjid di Indonesia. Sebab kala itu tidak mengarah persis ke Ka’bah Baitullah di Makkah Mukarramah. 

Berbekal ilmu falak tentang arah kiblat yang dikuasai tersebut, KH Ahmad Dahlan menggeser arah kiblat masjid ke kanan sebanyak 25 derajat. Semula, arah kiblat masjid tersebut dinilai terlalu miring ke kiri.

Wacana Pelurusan Arah Kiblat dan Alasan Kembalinya KH Ahmad Dahlan ke Mekkah

Pada tahun 1897, KH Ahmad Dahlan mewacanakan pentingnya pelurusan arah kiblat. Hal ini tidak berjalan mulus. Meskipun demikian, beliau mewanti-wanti kepada para muridnya agar selalu mengedepankan musyawarah dan bertukar pikiran dengan siapapun terkait masalah-masalah yang dihadapi.

Pro dan kontra mewarnai wacana tersebut. Setelah melalui berbagai musyawarah, namun tetap tidak membuahkan kesepakatan. KH Ahmad Dahlan tidak lantas kecewa. Sebaliknya, ia merasa telah menyampaikan apa yang ia yakini benar. Meskipun pendapatnya belum sepenuhnya dapat diterima. 

KH Ahmad Dahlan tetap bersyukur bahwa, perdebatan dengan para ulama yang tidak sependapat dengannya dapat berjalan baik dan tetap sopan tanpa ada hujatan dan rasa paling hebat.

KH Ahmad Dahlan tidak berhasil meyakinkan pihak keraton, kemudian ia merenovasi dan memperluas langgar peninggalan ayahnya. Shaf langgar didesain menghadap ke arah kiblat yang diyakini benar dan berbeda dengan arah kiblat Masjid Besar Kauman. 

Hal ini ternyata menimbulkan protes dari kepala Penghulu Keraton. Beberapa waktu berselang, kepala penghulu memerintahkan untuk membongkar langgar tersebut.

KH Ahmad Dahlan kembali membangun langgar baru, bangunannya tidak langsung menghadap ke kiblat dan hanya shafnya saja yang menghadap ke arah kiblat.

Mengetahui hal tersebut, pihak keraton kemudian memberikan beasiswa kepadanya untuk berangkat ke Makkah kali kedua. 

KH Ahmad Dahlan berangkat ke Makkah tahun 1903. Berawal dari keberangkatannya inilah, ia memperdalam ilmunya dengan Mufti Syafi’i di Makkah (ilmu hadis), Syekh Saleh Bafadal, Syekh Said Yamani, Syekh Said Bagusyel (ilmu fiqh), Kyai Asy’ari Bawean (ilmu falak), dan Syekh Ali Musri Makkah (ilmu qiraat). 

Ia juga belajar kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah, seperti Syekh Ahmad Khatib Minangkabawi, Kyai Nawawi Banten, Kyai Mas Abdullah (Surabaya) dan Kyai Faqih Maskumambang.

Achmad Fachrur Rozi
Achmad Fachrur Rozihttp://www.islamindonesia.co
Silakan kirim kritik & saran Anda melalui email: [email protected]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...