IslamIndonesia.co – Menuduh orang lain kafir, syiah dan sebagainya akhir-akhir ini mulai banyak bermunculan di media sosial. Jika Anda telusuri, orang yang secara serampangan melontarkan kata-kata tersebut biasanya memiliki ghirah keagamaan yang tinggi namun tidak dibarengi dengan penguasaan dan pemahaman yang baik. Namun riak riuh semacam ini justru memiliki banyak pembenaran dari warganet lainnya, yang memang sebelumnya telah memiliki kebencian terhadap seseorang maupun suatu golongan.
Fenomena saling menyalahkan antar sesama Umat Islam hanya karena perbedaan pandangan dengan golongannya lainnya mulai menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan. Praktik keberagamaan yang seharusnya menjadi rahmat justru dijadikan laknat bagi segelintir orang.
Meskipun segelintir, namun rongrongannya sudah mulai berisik. Mengganggu kedamaian sesama umat beragama. Akar kemunculannya, biasanya berasal dari perbedaan pandangan baik dalam masalah agama, seperti tafsir, madzhab, maupun amaliah. Ditambah lagi yang paling berisik justru berakar dari pandangan politik.
Tuduhan bid’ah, sesat, kafir, hingga syiah hari ini tidak hanya berdampak secara verbal saja. Lebih jauh dari itu, bisa jadi malah justru mengakibatkan penyerangan fisik. Sebab dianggap “halal darahnya”, sehingga menyakiti orang dengan tuduhan tersebut adalah jihad. Orang-orang bodoh semacam ini bukan hanya ada dalam agama Islam, di agama manapun pasti akan dijumpai yang sedemikian ini.
Daftar Isi:
Penyelewengan Dalil ala Khawarij
Penggunaan dalil dalam beragama merupakan suatu keniscayaan, sebab Islam merupakan agama yang seluruh amaliahnya disandarkan kepada dalil argumentasi. Khazanah penggunaan dalil bisa saja berasal dari Al-Qur’an, Hadis atau qaul-qaul Ulama Salafush Shaleh yang menurut Ijma’ Ulama bisa dirujuk.
Penggunaan dalil dari Qaul Ulama Salafush Shaleh bisa dibenarkan karena golongan ini merupakan golongan yang tidak melepaskan diri dari Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagaimana Dalil Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah membolehkan menggunakan Ijtihad Aqal Ulama. Akan tetapi, perlu di waspadai, karena sekarang ini penggunaan dalil Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW tidak sepenuhnya benar jika orang yang menggunakannya memiliki kepentingan tertentu.
Masyhur diketahui bahwa golongan Khawarij memperalat dalil Al-Qur’an untuk membenarkan rencana tindakan pembunuhan terhadap Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah bin Abi Sufyan dan Amru bin Ash. Mereka menggunakan dalil, berikut ini:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya; “Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)
Secara dzahir 3 Sahabat tersebut memang tidak menggunakan ayat Al-Qur’an ketika memutuskan perselisihan antar Pihak Ali dan Muawiyyah. Kedua golongan ini menggunakan keputusan hasil Musyawarah yakni Tafkhim Dumatul Jandal.
Secara dzahir pula Khawarij menghukumi dengan ayat tersebut bahwa Ali, Muawiyyah dan Amru bin Ash sebagai kafir maka “boleh dibunuh”. Mengerikan bukan?
Pola memperalat dalil ala Khawarij seperti ini, banyak menurun kepada golongan ekstrim radikal di Indonesia yang menuhankan dalil dengan mengesampingkan realitas sejarah yang ada. Membaca teks keagamaan tanpa akal yang sehat tentu lebih berbahaya. Hal seperti ini biasa diselewengkan para teroris untuk merekrut orang lain.
Ciri Beragama Tanpa Nalar yang Sehat
Orang-orang ini memiliki ciri khusus yang mudah dibaca. Biasanya memiliki kecenderungan lemah di bidang akhlak, perilaku, dan budi pekerti. Mereka lebih menonjol pada hal-hal yang sifatnya ritual keagamaan, identitas keagamaan, tampilan luar keagamaan, sementara ahlaknya tidak mencerminkan orang yang beragama alias jahiliah. Jika kemarin banyak yang flexing harta, maka orang semacam ini akan flexing ritual ibadahnya layaknya orang paling sholeh di muka bumi.
Jika diamati di media sosial, baik itu Facebook atau Grup Whatsapp, orang semacam ini cenderung berisik, sering membagikan pesan terusan dari dalil ini dan itu, dalam komunikasi tidak mau mengalah, dan jika ada yang menyanggahnya selalu dilabeli anti-Islam, komunis, kafir, syiah dan sebagainya.
Dalil Larangan Menuduh Orang Lain Kafir
Parahnya gejala melabeli sesama umat Islam semacam ini sudah tumbuh subur di media sosial. Padahal jika mau memahami dan merenungkan Qaul Hujjatul Islam, Imam Ghazali dalam kitab Al-Iqtishad fil I’tiqad tentu akan lebih menjaga diri dari perilaku semacam itu. Berikut penjelasannya:
وقال أبو حامد الغزالي والذي ينبغي الاحتراز منه التكفير ما وجد إليه سبيلا، فإن استباحة الدماء والأموال من المصلين إلى القبلة، المصرحين بقول لا إله إلا الله محمد رسول الله خطأٌ، والخطأ في ترك ألفِ كافر في الحياة أهون من الخطأ في سفك دمٍ لمسلم
Artinya; “Agar menjaga diri dari mengkafirkan orang lain sepanjang menemukan jalan untuk itu. Sesungguhnya menghalalkan darah dan harta Muslim yang shalat menghadap qiblat, yang secara jelas mengucapkan dua kalimat syahadat, itu merupakan kekeliruan. Padahal kesalahan dalam membiarkan hidup seribu orang kafir itu lebih ringan dari pada kesalahan dalam membunuh satu nyawa Muslim.”
Orang-orang yang selama ini tertuduh bid’ah, Syirik, Syiah, Kafir dan sebagainya adalah orang Islam yang bersyahadat, shalat menghadap kiblat, zakat, berhaji, berpuasa dengan sempurna. Lalu untuk apalagi? Wallahu A’lam.
Leave a Comment