Rabi’ah Al-‘Adawiyah: Jalan Terjal Sufi Perempuan

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – Sufi yang terkenal dengan mahabbahnya ini memiliki nama lengkap Umm al-Khair Rabi’ah bint Ismail al-‘Adawiyah al-Basriyah. Rabi’ah al-’Adawiyah lahir pada 95 H di Bashrah, namun ada juga yang menyebutkan bahwa ia lahir pada 99 H. Bashrah pada masa itu dipenuhi ulama-ulama dari berbagai disiplin keilmuan, dan ada pula orang-orang dari kalangan sufi.

Ia merupakan anak ke empat, dan keluarganya tergolong miskin, tetapi orang tua Rabi’ah al-’Adawiyah terkenal dengan pribadi yang shalih-shalihah, berkahlak mulia. Menurut Ibnu Khalikan dalam Wafayat al-A’yan wa Anba` Abna` az-Zaman, Rabi’ah al-’Adawiyah meninggal pada 135 H, dan dimakamkan di atas bukit Thur.

Rabi’ah al-’Adawiyah lahir ketika kondisi ekonomi orang tuanya sangat terpuruk. Dikisahkan bahwa ketika Rabi’ah al-’Adawiyah, orang ruanya bahkan tidak memiliki kain bersih untuk menyelimuti anaknya yang baru lahir itu serta tidak ada minyak untuk dioleskan ke pusar, bahkan tidak ada minyak untuk lampu penerangan rumah. Namun demikian, karena orang tua Rabi’ah al-’Adawiyah merupakan hamba yang taat, ia malah bermimpi didatangi Nabi pada malam itu.

Dalam mimpinya itu, Nabi Muhammad bersabda kepadanya, “Janganlah bersedih hati, sebab anak perempuanmu yang baru lahir ini adalah seorang suci yang agung, yang pengaruhnya akan dianut oleh 7000 umatku.” Nabi Muhammad juga memerintahkan orang tua Rabi’ah al-’Adawiyah untuk menemui Isa Zaidan keesokan harinya. 

Orang tuanya pun melaksanakan perintah yang ia terima dalam mimpinya itu. Perintah yang ia dapat dari Nabi di mimpinya itu ia tulis dan kirim ke Isa Zaidan.

Dalam surat tersebut, ia menuliskan, “Hai Amir, engkau biasanya membaca shalawat 100 kali setiap malam dan 400 kali tiap malam Jum’at, namun pada Jum’at terakhir ini engkau lupa melaksanakannya. Oleh karena itu, hendaklah engkau membayar empat ratus dinar kepada yang membawa surat ini, sebagai kafarat atas kelalaianmu.”

Setelah membaca surat dari orang tua Rabi’ah itu, Isa Zaidan yang merupakan amir daerah tersebut berkata, “Berikan 2000 dinar kepada orang miskin itu sebagai tanda terima kasihku, sebab Nabi telah mengingatkanku untuk memberi 4000 dinar kepada orang tua itu dan katakanlah kepadanya bahwa aku ingin agar ia menghadapku supaya aku dapat bertemu dengannya. Tetapi aku rasa tidaklah tepat bahwa orang seperti itu harus datang kepadaku, akulah yang akan datang kepadanya dan mengusap penderitaanya.

Hidup Serba Kekurangan, Yatim-Piatu, hingga Menjadi Budak

Meskipun Bashrah pada masa itu menjadi salah satu pusat Islam dengan ekonomi yang cukup berkembang, tetapi keluarga Rabi’ah al-’Adawiyah hidup serba kekurangan. Orang tua Rabi’ah al-’Adawiyah dapat dikatakan menjadi guru pertama sang sufi dalam hal wira’i, qanaah, sabar, dan zuhud, selain pelajaran-pelajaran agama, khususnya tauhid.

Rabi’ah al-’Adawiyah pun sejak kecil telah memiliki rasa cinta dalam penghambaan dan semangat belajar yang tinggi sebagaimana ia teladani dari keluarganya. Oleh karena itu, ia pun sangat gemar membaca al-Qur’an, bahkan menghafalkannya sejak kecil. Alhasil, Rabi’ah al-’Adawiyah pun telah berhasil menghafalkan al-Qur’an ketika usianya baru menginjak 10 tahun.

Bahkan, dengan arahan dan ajakan ayahnya ke sebuah tempat ibadah di pinggiran Bashrah, Rabi’ah al-’Adawiyah sejak kecil sudah terbiasa bermunajat dan beribadah kepada Penciptanya.

Tidak banyak keterangan mengenai pendidikan Rabi’ah al-’Adawiyah. Hal ini barangkali karena Rabi’ah al-’Adawiyah bukan berasal dari keluarga berada yang mampu menjamin pendidikannya. Bahkan, sejak kecil ia sudah ditinggal kedua orang tuanya, sehingga ia pun menjadi yatim-piatu dan harus bekerja untuk menyambung hidupnya, bersama dengan ketiga saudaranya.

Rabi’ah al-’Adawiyah pun kemudian memanfaatkan perahu peninggalan ayahnya untuk bekerja menyeberangkan orang di sungai Dajlah, sementara ketiga saudarinya bekerja menenun kain atau memintal benang. Namun demikian, ketika Bashrah dilanda berbagai bencana alam dan kekeringan akibat kemarau panjang, Rabi’ah al-’Adawiyah dan ketiga saudarinya memutuskan untuk mencari penghasilan di luar Bashrah. Naasnya, Rabi’ah al-’Adawiyah terpisah dari ketiga saudarinya, kemudian diculik oleh penyamun dan dijual sebagai budak seharga enam dirham.

Singkat cerita, suatu malam tuan Rabi’ah al-’Adawiyah terbangun dan mendengar suara rintihan. Ia pun kemudian mengintip dari celah-celah bilik kamar Rabi’ah al-’Adawiyah. Didapatinya Rabi’ah al-’Adawiyah sedang berdoa, “Wahai Tuhanku, aku telah menjadi budak belian seorang manusia sehingga aku terpaksa mengabdi kepadanya. Seandainya aku terbebas dari belenggu ini, pasti aku akan mempersembahkan seluruh waktu dalam hidupku kepada-Mu.” 

Sang tuan semakin terkejut saat ia menyaksikan sebuah lentera yang terbang di atas kepala Rabi’ah al-’Adawiyah, dan cahaya lentera itu tidak hanya menerangi kamar, tetapi seisi rumah. Tuan Rabi’ah al-’Adawiyah merasa takut dan ia pun beranjak ke kamar tidurnya, duduk merenung hingga fajar tiba. Keesokan harinya, sang tuan memanggil Rabi’ah al-’Adawiyah, namun kali ini ia bersikap lembut, tidak seperti biasanya. Tuan itu kemudian berkata bahwa ia membebaskankan Rabi’ah al-’Adawiyah.

Penghambaan Hingga Karamah Rabi’ah al-’Adawiyah

Tidak sedikit kisah yang menunjukkan karamah Rabi’ah al-’Adawiyah, dari ketika dilahirkan sampai dikenal luas sebagai seorang ulama tasawuf. Selain karena ia merupakan anak dari orang tua yang ahli ibadah, ia sendiri juga merupakan pribadi yang mendedikasikan dirinya untuk Tuhan. Abdur Ra’uf al-Munawi dalam Thabaqat al-Auliya’ mengatakan:

أَنَّ رَابِعَةَ الْعَدَوِيَّةَ رَأْسُ الْعَابِدَاتِ، وَرَئِيْسَةُ النَّاسِكَاتِ الْقَانِتَاتِ الْخَائِفَاتِ الْوَاجِلَاتِ … وَهِيَ إِحْدَى النِّسَاءِ اللَّائِيْ تَقَدَّمْنَ وَمَهَرْنَ فِيْ الْفَضْلِ وَالصَّلَاحِ، كَأُمِّ أَيُّوْب اَلْأَنْصَارِيَّةِ، وَأُمِّ الدَّرْدَاءِ، وَمُعَاذَةِ الْعَدَوِيَّةِ، وَهِيَ مِنْ بَيْنِهِنَّ الْمَشْهُوْرَة بِعَظِيْمِ النُّسُكِ وَمَزِيْدِ الْعِبَادَةِ وَكَمَالِ النَّزَاهَةِ. وَكَانَتْ تُصَلِّي أَلْفَ رَكْعَةٍ فِي الْيَوْمِ وَاللَّيْلَةِ. فَقِيْلَ لَهَا مَا تَطْلُبِيْنَ بِهَذَا، قَالَتْ: لَا أُرِيْدُ بِهِ ثَوْبًا وَإِنَّمَا أَفْعَلُهُ لِكَيْ يَسَرَ رَسُوْلُ اللّٰهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، فَيَقُوْلُ لِلْأَنْبِيَاءِ اُنْظُرُوْا إِلَى اِمْرَأَةٍ مِنْ أُمَّتِيْ هَذَا عَمَلُهَا.

Sesungguhnya Rabi’ah al-‘Adawiyah adalah pemimpin para abidah , sosok yang menjadi ketua para ahli zuhud, para perempuan nyang taat, perempuan-perempuan yang takut kepada Allah, serta ketua para perempuan yang merasa ngeri kepada Allah … Dia merupakan salah satu perempuan yang diunggulkan dan memberikan kesan dalam hal keutamaan dan kebaikan, sebagaimana Ummu Ayyub al-Anshariyah, Ummu ad-Darda`, dan Mu’adzah al-‘Adawiyah. Ia juga terkenal (masyhur) di antara mereka dalam hal keagungan ibadah (nusuk), banyaknya ibadah, dan sempurnanya integritas. Ia melaksanakan shalat 1000 rakaat dalam sehari semalam. Dikatakan kepadanya, ‘Apa yang kamu cari dengan ibadah ini?’ Rabi’ah menjawab, ‘Aku tidak menginginkan pahala dengan yang aku lakukan ini, tetapi aku melakukannya supaya Rasulullah senang pada Hari Kiamat, sehingga beliau berkata kepada para nabi, ‘Lihatlah perempuan ini yang merupakan ummatku, ini amal ibadahnya.”

Dengan kualitas penghambaan Rabi’ah yang begitu hebat, Abdullah bin Isa mengatakan bahwa pada wajah tokoh tasawuf perempuan itu terpancar cahaya terang. Berikut perkataan lengkap Abdullah bin Isa:

دَخَلْتُ عَلَى رَابِعَةِ الْعَدَوِيَّةِ بَيْتِهَا فَرَأَيْتُ عَلَى وَجْهِهَا النُّوْرَ وَكَانَتْ كَثِيْرَةَ الْبُكَاءِ، فَقَرَأَ رَجُلٌ عِنْدَهَا آيَةً مِنَ الْقُرْآنِ فِيْهَا ذِكْرُ النَّارِ فَصَاحَتْ ثُمَّ سَقَطَتْ.

Aku masuk ke rumah Rabi’ah al-’Adawiyah, lantas aku melihat pada wajahnya sebuah cahaya, sementara ia sedang tenggelam dalam tangisnya. Lantas, seseorang membaca sebuah ayat al-Qur’an di sampingnya yang berisikan keterangan mengenai neraka, maka Rabi’ah al-’Adawiyah pun berteriak dan kemudian jatuh pingsan.”

Penghambaan dan kecintaan Rabi’ah diakui oleh jumhur ulama lintas generasi. Dalam Shifat as-Shafwah dikatakan bahwa melaksanakan shalat semalam penuh, dan baru berhenti ketika fajar datang. Informasi tersebut terekam dalam pernyataan berikut:

كَانَتْ رَابِعَةٌ تُصَلِّي اللَّيْلَ كُلَّهُ فَإِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ هَجَعَتْ فِي مُصَلَاهَا هَجْعَةً خَفِيْفَةً حَتَّى يَسْفِرُ الْفَجْرُ.

Rabi’ah al-’Adawiyah shalat semalam suntuk, dan ketika fajar naik, ia tidur sebentar di tempat shalatnya hingga fajar pun menampakkan diri.”

Rabi’ah sudah sampai pada tahap tidak lagi menganggap eksistensi dunia. Dalam hati dan pikirannya hanya kecintaan kepada Allah, dan jiwanya berasa di akhirat meskipun raganya masih berjalan di dunia. Bahkan, dalam catatan beberapa riwayat, Rabi’ah ketika mendengar kumandang adzan, yang ia dengar layaknya panggilan datangnya Hari Kiamat. Berikut pernyataan lengkap Rabi’ah mengenai hal tersebut:

مَا سَمِعْتُ الْأَذَانَ قَطُّ إِلَّا ذَكَرْتُ مُنَادِيَ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَلَا رَأَيْتُ الثَّلْجَ قَطُّ إِلَّا ذَكَرْتُ تَطَايِرَ الصُّحُفِ، وَلَا رَأَيْتُ جَرَادًا إِلَّا ذَكَرْتُ الْحَشَرَ.

Aku tidak pernah sekalipun mendengar kumandang adzan kecuali yang aku ingat ialah panggilan pada Hari Kiamat, dan tidak pernah aku melihat salju sama sekali kecuali aku ingat lembaran-lembaran kertas beterbangan, bahkan aku tidak melihat belalang kecuali yang aku ingat ialah Hasyr (hari digiring dan dikumpulkannya makhluk di akhirat).”

Selain dikenal sebagai seorang imam para pelaku tasawuf atau sufi dengan kualitas penghambaan yang begitu luar biasa, Rabi’ah juga kental dengan karamah dalam hidupnya. Kelebihan ini bahkan sudah tampak pada malam ia hendak dilahirkan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Selain itu, di antara karamah Rabi’ah yang begitu banyak, terdapat juga kisah yang terekam dalam riwayat berikut:

أَنَّ لِصًّا دَخَلَ حُجْرَةِ رَابِعَةِ الْعَدَوِيَّةِ وَهِيَ نَائِمَةٌ، فَحَمَلَ الثِّيَابَ وَطَلَبَ الْبَابَ، فَلَمْ يَجِدَهُ فَوَضَعَهَا فَوَجَدَ، فَحَمَلَهَا فَخَفَى عَلَيْهِ، فَأَعَادَ ذٰلِكَ مَرَارًا، فَهَتَفَ بِهِ هَاتِفٌ: دَعِ الثِّيَابَ فَإِنَّمَا نَحْفَظُهَا وَلَا نَدَعُهَا لَكَ وَإِنْ كَانَتْ نَائِمَةً.

Sesungguhnya seorang pencuri masuk ke kamar Rabi’ah al-’Adawiyah, sementara ia sedang tidur. Lantas, si pencuri itu mengambil pakaian, dan berencana kabur dengan mencari pintu keluar. Namun, si pencuri tidak menemukan pintu untuk keluar sehingga ia pun meletakkan pakaian yang akan ia curi itu, dan ketika itu ia bisa menemukan pintunya. Lantas, ia pun mengangkat lagi pakaian yang hendak ia curi, dan pintu ruangan itu pun tidak bisa ditemukan lagi, hingga berkali-kali ia seperti itu. Kemudian, ada sebuah suara yang berbisik, ‘Tinggalkanlah pakaian itu, karena sesungguhnya kami menjaganya dan kami tidak meninggalkannya kepadamu, meskipun ia sedang tidur.”

Karamah lain Rabi’ah al-’Adawiyah diceritakan dalam riwayat Abdullah bin Isa at-Thafawi berikut:

أَنَّ رَابِعَةً كَانَتْ تَطْبَخُ قِدْرًا فَاشْتَهَتْ بَصَلًا فَجَاءَ طَيْرٌ فِيْ مِنْقَارِهِ بَصَلَةٌ فَأَلْقَاهَا إِلَيْهَا.

Sesungguhnya Rabi’ah sedang memasak dengan sebuah periuk, lantas ia membutuhkan sebuah bawang. Tiba-tiba, datang seekor burung yang di paruhnya terdapat sebuah bawang, lantas diberikannya kepada Rabi’ah al-’Adawiyah.”

Dengan perjalanan hidup yang demikian ditambah riyadlah yang dilakukannya, tak mengherankan bila Rabi’ah pun hingga sekarang dikenal sebagai seorang perempuan pemimpin para sufi. Bahkan, jika merujuk penilaian adz-Dzahabi, Rabi’ah adalah az-Zahidah al-‘Abidah al-Khasyi’ah (sosok yang zuhud juga ahli ibadah dan khusyuk). Betapa keistemewaan dan karamah hanya akan datang kepada orang-orang yang meleburkan diri dalam cinta kepada Allah, bukan yang sibuk dengan urusan dunia dan menjadikan gemerlap dunia sebagai tujuan hidup. 

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...