Apakah Puasa Ramadhan Hanya Sekedar Melaparkan Diri?

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – Ketika berat badan seseorang turun karena ia berpuasa, bukankah sekilas ia tidak jauh berbeda dengan diet biasa? Apakah puasa hanya sekedar menahan lapar dan dahaga? Jawabannya tentu saja tidak. Di balik realitas yang Nampak di permukaan, terdapat nilai-nilai lainnya yang terselubung dalam ibadah puasa Ramadhan.

Sekali setiap tahun, umat muslim di seluruh dunia menjalankan suatu ibadah yang dilaksanakan selama sebulan penuh. Tak berlebihan jika dikatakan bahwa ibadah yang satu ini memang merupakan ibadah yang paling khas di antara ibadah lainnya. Ibadah itu adalah Puasa Ramadhan, rukun Islam keempat yang memiliki keunikan tersendiri. Ibadah puasa memang memiliki nilai plus ketika ia dinisbatkan secara langsung kepada Allah dalam hal pahalanya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits qudsi :

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

“setiap amal baik anak adam (manusia) akan dilipat gandakan sebanyak sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat, Allah SWT. berfirman: ‘kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu untukku dan aku yang akan membalasnya’“. ( Sahih Muslim no. 1945 )

Lantas apakah yang membuat ibadah yang satu ini begitu unik sehingga pahalanya tidak konvensional sebagaimana ibadah lainnya? Apakah signifikansi dari bulan suci yang penuh berkah ini ?

Bulan Edukasi dan Evaluasi

Sesuai dengan makna dasarnya, al-Imsak yang  berarti menahan, sejatinya dalam ibadah puasa ini terkandung suatu esensi yang edukatif, yaitu pengendalian diri (self controlling). Prosesi ibadah puasa dengan menahan diri dari makan dan minum dan segala hal lainnya yang membatalakan puasa sejak terbit matahari hingga terbenam, memberikan proses edukasi yang gradual kepada umat Islam.

Pertama, puasa mendidik umat Islam untuk bisa mengendalikan diri dari nafsu material, yakni makan, minum dan aktivitas seksual. Akan tetapi dalam ibadah puasa Ramadhan ini, terdapat satu hal yang jauh lebih penting dari hanya sekedar aktifitas lahiriah. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Rasulullah saw. dalam sabdanya :

 رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ

“Tidak sedikit orang yang berpuasa tapi tidak mendapatkan apa-apa selain hanya rasa lapar saja” (Sunan Ibn Majah no. 1680)

Dengan demikian, sejatinya misi utama ibadah puasa adalah pembinaan jasmani dan rohani. Bagaimana agar kita terbiasa mengontrol hati, ucapan dan perbuatan untuk mencapai suatu harmonisasi yang mencerminkan insan yang beriman dan bertakwa. Bulan ini merupakan momentum di mana seluruh aktifitas umat Islam sebisa mungkin harus dihiasi dengan berbagai amal kebajikan dan suatu ajang yang mengajari mereka untuk terbiasa membenci kebencian dan menjauhi kejahatan. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda :

وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ

“ … dan jika salah seorang di antara kamu sedang berpuasa, maka janganlah ia berkata keji dan bertengkar, jika ada orang lain yang mencaci atau mengajaknya bertengkar, katakanlah : ‘aku sedang berpuasa’… “ (Sahih Bukhari 1771)

Selain bulan edukasi, Ramadhan juga merupakan bulan evaluasi keimanan seorang muslim di dunia nyata. Hal inilah yang membuat pahala puasa menjadi sangat privat antara Allah dan orang yang berpuasa itu sendiri, sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsy di atas. 

Keimanan seorang muslim yang pada dasarnya adalah komitmen komprehensif terhadap apa yang diyakininya akan diuji di bulan Ramadhan. Jika keimanannya kuat, maka ia akan senantiasa melaksanakan amaliyah ibadah puasa dengan penuh ketulusan hati dan kesadaran bahwa Allah akan senantiasa mengawasi gerak langkahnya.

Misi Revolusioner Ramadhan: Dari Intensitas Ritual Menuju Kepedulian Sosial

Tak dipungkiri lagi bahwa bulan Ramadhan sejatinya merupakan klinik spiritual umat Islam. Aktivitas rohani berupa ibadah ritual dengan intensitas yang lebih tinggi dibandingkan bulan lainnya memberi kita banyak “bonus”.

Di siang hari, ritual al-Imsak /  menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa sejak matahari terbit sampai terbenam, sepenuhnya merupakan bentuk ibadah. Memasuki malam hari, berbagai ritual lain seperti shalat tarawih, tadarus, dsb. kian menambah kebugaran spiritual kita. Apa hikmah terselubung dibalik klinik rohani yang kaya akan bonus ritual-spiritual ini ?.

Mari kita berefleksi sejenak, mengapa Allah mewajibkan suatu ibadah yang di dalamnya diisi dengan menahan diri dari makan dan minum ?. Di samping memiliki nilai edukatif terkait pengendalian diri, kedisiplinan dan kesabaran, ibadah semacam ini juga memberi kita suatu kesadaran sosial terhadap fenomena di sekeliling kita.

Dengan ritual menahan lapar dan haus, sejatinya Allah mengajari kita untuk lebih peka sosial, bahwa masih banyak saudara kita yang  hari-harinya senantiasa dihantui dengan rasa lapar dan haus semacam itu. Dalam hal ini Rasulullah telah memberikan tuntunan bagi kita untuk senantiasa berbagi di bulan Ramadhan :

قِيلَ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ صَدَقَةٌ فِي رَمَضَانَ

“Nabi saw. ditanya: …. sedekah apakah yang paling utama ?, beliau bersabda: ‘sedekah di bulan ramadhan’”. (Sunan Tirmidzy no. 599)

Selebrasi sosial bulan Ramadhan semakin terasa ketika menjelang hari raya. Dalam hal ini zakat fitrah menjadi penutup Ramadhan sebagai tanda sahnya puasa. Dengan demikian, selebrasi hari kemenangan ditandai dengan selebrasi sosial dalam zakat fitrah.

Demikianlah bagaimana Islam menghendaki revolusi ritual menuju kesadaran sosial. Dengan demikian, Ramadhan mengajari kita akan arti penting kehadiran kita di alam fana ini, bukan hanya memperjuangkan diri sendiri, namun kita juga ada untuk mereka yang membutuhkan uluran tangan kita.

Karakter edukatif Ramadhan yang dihiasi dengan intensitas ritual dalam “klinik rohani” dan diakhiri dengan selebrasi sosial di hari kemenangan, sejatinya merupakan bekal bagi kita untuk bermetamorfosis menuju arah lebih baik.

Layaknya ulat bulu, binatang yang dijauhi karena dapat menimbulkan gatal, kemudian “memperbaiki dirinya” dengan menjadi kepompong sebelum akhirnya keluar sebagai kupu-kupu yang menjadi simbol keindahan. Begitu juga dengan Madrasah Ramadhan, ia menjadikan seorang muslim untuk senantiasa bermetamorfosis menjadi lebih baik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...