Al-Jahiz: Tokoh yang Memadukan Dua Gagasan I’jaz

Date:

Share post:

IslamIndonesia.co – Perdebatan mengenai kemukjizatan Alquran atau yang biasa disebut i’jaz sudah lama mengakar. Hal ini sudah seperti topik perdebatan wajib Ketika membahas kalam. Perdebatannya pun seringkali terfokus pada posisi Alquran sebagai makhluk atau bukan, apakah kadim (qadim) atau baru (hadis).

Jika merujuk pada Nasr Hamid Abu Zaid, pendapat mereka setidaknya bisa digolongkan menjadi dua kelompok, yakni kelompok yang menganggap i’jaz merupakan aspek eksternal Alquran dan yang percaya bahwa i’jaz terletak di dalam Alquran.

Pendapat pertama seringkali diasosiasikan dengan kelompok Muktazilah, yang kemudian dikenal dengan aṣ-ṣarfah (pemalingan). Sementara itu, pendapat yang kedua mendapat dukungan yang sangat besar dari Asy’ariyah, meskipun beberapa pengikut Muktazilah juga ada yang tampak sejalan dengan pendapat ini.

Pembahasan mengenai i’jaz Alquran menurut Syakir dibidani oleh salah satu pengikut Muktazilah, yakni Ibrahim bin Sayyar an-Naẓẓam (w. 231/845). Ia melemparkan pendapatnya bahwa kemukjizatan Alquran disebabkan oleh kekuasaan Allah yang menjadikan orang-orang pada masa turunnya Alquran tidak mampu menerima tantangan Alquran dan membuat yang semisal atau menandingi Alquran, yang kemudian dikenal dengan istilah aṣ-ṣarfah atau kelompok ṣirfah.

Bagi an-Naẓẓam, fisik teks Alquran tidak memiliki peran sama sekali dalam mencegah orang-orang untuk menandinginya. Sebab menurutnya, susunan dan rangkaian kata yang digunakan Alquran akan tetap bisa ditandingi oleh manusia bila Tuhan tidak andil dan menghalangi orang-orang pada masa itu untuk membuat padanan Alquran.

Ibrahim bin Manṣur mengemukakan bahwa ide an-Naẓẓam terkait ṣarfah muncul karena sentimen terkait percaturan posisi dalam wilayah teologis, antara Muktazilah dan Asy’ariyah. Oleh karena itu, menurut Ibrahim, wajar bila landasan ide dari an-Naẓẓam tidak begitu jelas. Ia terkesan melempar ide begitu saja, tanpa argumentasi yang empiris. Oleh karena itu, tak heran bila kemudian dijumpai beberapa tokoh Muktazilah setelahnya yang memberikan kritik kepada pandangannya

Sementara itu, Munir Sulṭan menegaskan bahwa i’jaz sudah semestinya tidak dapat dijangkau oleh manusia, atau merupakan bagian dari kemampuan manusia. Bagi an-Naẓẓam, manusia akan mampu membuat yang sepadan dengan Alquran baik dari segi balagah, ketinggian bahasa, maupun susunannya, bila Tuhan tidak mengintervensi hal itu. Dengan demikian, sebagaimana dikelompokkan oleh Abu Zaid, an-Naẓẓam bisa dikatakan memandang i’jaz berada di luar teks.

Menurut al-Jahiz, kemukjizatan Alquran disebabkan oleh zat Alquran itu sendiri, bukan karena peran Tuhan yang membuat orang-orang pada waktu itu tak mampu membuat tandingan Alquran, atau intervensi Tuhan. Ia mengatakan bahwa apabila seseorang membacakan karyanya, baik pendek atau pun panjang, tentu akan langsung terlihat bahwa susunan, makhraj, serta keindahan lafal-lafalnya tak mampu menandingi Alquran, meskipun yang mencoba menantang itu ialah orang paling ahli balagah sekalipun.

Pandangan al-Jahiz berbeda dengan pendahulunya yang percaya bahwa i’jaz terjadi seketika pada saat Alquran diturunkan, yakni dibuatnya semua makhluk dari golongan jin dan manusia tidak mampu menandingi Alquran oleh Tuhan (aṣ-ṣarfah). Baginya, i’jaz merupakan sesuatu yang diniscayakan oleh susunan (naẓm) dan formasi (ta`lif) Alquran yang kemudian memutus keinginan dan kemampuan orang-orang untuk menandinginya.

Al-Jahiz meyakini bahwa Alquran memilih dan menggunakan lafal-lafal yang berkualitas tinggi. Hal ini ia kuatkan dengan bukti adanya dua lafal yang memiliki makna satu tetapi tingkat keindahan dan kedalaman kedua lafal itu berbeda dalam menggambarkan makna. Pemilihan kata oleh Allah dalam Alquran menjadi penunjang i’jaz, dan menurut al-Jahiẓ hal itu berlaku pada kata majas atau hakikat. Pada bagian ini, gagasan al-Jaḥiẓ tampak sangat cocok digolongkan sebagai pendukung i’jaz di dalam teks.

Selain itu, al-Jahiz juga melihat ada aspek lain terkait i’jaz, yakni aṣ-ṣarfah. Namun, pandangan al-Jaḥiẓ terkait hal ini berbeda dengan gurunya. Ia menolak pandangan an-Naẓẓam bahwa tidak terdapat suatu keistimewaan di dalam Alquran, dan bila orang-orang pada masa itu tidak dihalangi Tuhan, mereka akan mampu membuat tandingan Alquran. Al-Jaḥiẓ mencoba menawarkan konsep modifikasi aṣ-ṣarfah.

Menurutnya, ketidakmampuan orang pada masa Nabi menandingi Alquran ialah setelah mereka mendengar ayat-ayat Alquran yang disampaikan nabi, dengan susunan (nazm) dan formasi (ta’lif) khasnya, bukan karena dicegah Tuhan. Lantas, tidak ada seorang pun yang berhasrat mencoba menandinginya.

Kalau pun ada, al-Jahiz menegaskan, tetap tidak akan ada yang bisa menandingi Alquran. Al-Jahiz menyatakan bahwa konsep aṣ-ṣarfah lebih cocok dihubungkan dengan dipalingkannya setan dari mencuri dengar wahyu dan dipalingkannya nabi dari syair.

Oleh karena itu, tak heran bila al-Jaḥiẓ disebut sebagai sosok yang berhasil memadukan dua gagasan yang cukup berbeda terkait i’jaz. Menurut Syakir, al-Jaḥiẓ merupakan orang pertama yang mampu menjelaskan letak kemukjizatan Alquran dalam naẓm dan ta`lif Alquran. Dalam hal ini, al-Jaḥiẓ juga menyejajarkan naẓm dan ta’lif Alquran dengan tanda-tanda atau bukti-bukti kenabian sebagaimana mukjizat para nabi sebelum Nabi Muhammad.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Related articles

Penyakit Ain itu Apa, Penyebab dan Doa Mengatasinya

IslamIndonesia.co – Penyakit Ain itu apa? mungkin itulah yang saat ini sedang dipikirkan. Sebab sebagian besar orang masih...

Eskalasi Konflik Israel Palestina dan Bantuan Kemanusiaan Negara Lain

IslamIndonesia.co – Konflik Israel Palestina masih berkepanjangan, seperti tidak ada akhirnya. Sampai saat ini serangan masih terjadi. Pada 7...

Khutbah Idul Fitri: Titik Awal Memulai Hidup Baru

IslamIndonesia.co - السلام عليكم ورحمة الله وربركاته الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله أكبر، الله...

5 Sunnah di Hari Raya Idul Fitri

IslamIndonesia.co - Hari Raya Idul Fitri merupakan momen yang sangat penting bagi umat muslim di seluruh dunia.  Pada hari...